RBG.id - Tiongkok terus menerapkan aturan ketat penanganan Covid-19. Jumlah area yang dikuntara terus bertambah.
Puluhan juta orang di sedikitnya 30 wilayah telah diperintahkan untuk tinggal di rumah di bawah aturan lockdown.
BACA JUGA : Tiongkok Masuki Masa Suram, Pengangguran Meroket
Kebijakan nol kasus yang diterapkan pemerintah mulai memicu perbedaan pendapat publik. Sebagian penduduk menilai itu justru menghambat pertumbuhan ekonomi. Dampak jangka pendek sudah dirasakan penduduk. Mereka yang dikuntara mulai kesulitan mendapatkan makanan dan obat-obatan.
”Sudah 15 hari kami kehabisan tepung, beras, dan telur. Sejak beberapa hari lalu kami juga sudah kehabisan susu untuk anak-anak,” ujar salah satu penduduk di Xinjiang seperti dikutip BBC.
Di wilayah otonomi khusus Ili Kazakh, Xinjiang, dekat perbatasan dengan Kazakhstan, situasinya benar-benar buruk. Penduduk bahkan sampai meminta bantuan di media sosial agar bisa makan. Dalam salah satu unggahan, seorang pria Uighur menyatakan, anaknya belum makan selama tiga hari. Wilayah itu sudah dikuntara sejak awal Agustus. Di ibu kota Ili Kazakh, Yining, sebuah dokumen online berisi lebih dari 300 desakan untuk mendapatkan makanan, obat, dan pembalut juga beredar luas di dunia maya.
Pemerintah Tiongkok berusaha menutupi situasi tersebut dari dunia luar. Mereka memerintahkan media sosial dibanjiri komentar positif tentang hal apa pun selain kuntara. Mulai pariwisata di Ili, tips berumah tangga, hingga hal remeh-temeh lainnya. Harapannya, komentar pedas tentang situasi di Ili itu bisa tenggelam.